Selasa, 22 Juni 2010

Pencerminan

Tumpah. Tumpah.

Biarkan kata-katamu tumpah di lautan.
Jangan sisakan sesak saat engkau tiba kembali di rumah, jangan sisakan isak untuk perjuanganmu selanjutnya.

Romadhon ini revolusi. Titik balik menuju puncak. Mengembalikan napas pada penghambaannya.

Dan liburan kali ini.
Palembang. Betung. Jambi. Kerinci. Painan. Tapan. Pantai Carocok. Ngarai Sianok.
Bukittinggi. Jam Gadang. Padang. Lampung. Sembilan hari !
Dan laut. Dan sawah. Dan tandus. Dan subur.

Adalah pencerminan saat kau kembali merunduk, menengok masa kau tumbuh dalam fase-fase sulit yang terlupakan. Amnesia. Mungkin. Tak paham. Mungkin. Entah.

Tapi pencerminan bisa membuatmu tenang, mengetahui bahwa engkau meliliki makna.
Memiliki tempat di hati orang-orang yang mengenalmu jauh sebelum engkau mengenal dirimu sendiri. Ada kedamaian yang menelusup saat mendengar cerita-cerita tentang dirimu mengalir dari mereka yang tak kunjung bisa kau ingat, namun menyambutmu begitu hangat seperti sahabat lama. Mengenal dirimu yang tumbuh dalam riak, berkecipak di tepi sungai dalam alirannya yang tenang.
Hal-hal yang tak bisa kau ingat.

Amnesia. Kau boleh menyebutku demikian. Banyak hal yang tak bisa kujelaskan, tentang memori masa kecil yang sama sekali tak teraba.
Pedih? Tak ada rasanya. Kosong. Apa yang kuingat hanya A Ba Ta, dan ingatan kanakku baru dimulai sejak kelas 3 SD.

Sementara sepupu-sepupuku dengan spontan bercerita tentang kisah lugu saat aku tumbuh bersama mereka.
“Kau ingat?” Aku menggeleng. Tapi tertawa. Menyenangkan menyadari bahwa engkau juga pernah melalui semuanya.

Menyapa, “Apa kabar?” Pada masa lalu yang tergembok rapat untuk kau lacak dalam sensor otakmu, menyisakan sedikit kosong, namun juga nyala semaangat dalam dadamu. Meski kecil. Tapi ia selalu ada untuk meyakinkan bahwa kau akan tumbuh dengan baik. Tumbuh dengan kuat untuk menghadapi rintangan, mengemban amanah penciptaan.

Ada kalanya kau tak bisa meraba hal-hal meski ingin kau ingat. Terhapus. Mungkin akibat keingina kuat untuk melupakannya saat dulu kau menghadapi kepedihan.
Mungkin engkau, mungkin tubuhmu, pikiranmu. Sebuah bentuk proteksi untuk menyelimuti jiwa polosmu. Jika demikian, lupa adalah anugerah yang patut kau syukuri.

Cukup. Lebih bijak meletakkan prasangka baik untuk hal-hal yang tak kau pahami, mengembalikannya pada kebaikan yang hangat. Selebihnya adalah kepercayaan, bahwa engkau terlahir untuk merengkuh mimpi besarmu. Kemarin adalah masa lalu yang tak bisa kau ubah, sedangkan esok adalah hadiah yang tak kau ketahui adanya.

Maka berjuanglah saat ini dan jangan berhenti. Karena kelak engkau akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan-Nya..

“Bukankah ALLAH Maha Mencukupi kebutuhan hamba-Nya?”

27 September 2009
senja menjelang malam,
saat terombang-ambing di atas lautan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar